wartaBHINEKA, Jakarta – Beberapa anggota DPR menyampaikan kritik terhadap Jaksa Agung ST Burhanuddin terkait penanganan kasus korupsi yang melibatkan mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong, oleh Kejaksaan Agung. Mereka mempertanyakan apakah penetapan tersangka kepada pria yang dikenal dengan panggilan Tom Lembong ini sepenuhnya berlandaskan penegakan hukum atau ada muatan lain.
Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi NasDem, Rudianto Lallo, menyoroti alasan di balik penetapan Tom Lembong sebagai tersangka. Ia mengutarakan kekhawatiran bahwa langkah tersebut mungkin mengandung unsur pesanan tertentu.
“Contohnya kasus Tom Lembong ini, tanpa ada gejolak sebelumnya, tiba-tiba ditetapkan sebagai tersangka. Hal ini memicu persepsi di publik, apakah kasus ini murni demi penegakan hukum, atau ada agenda tertentu,” ujar Rudianto dalam rapat Komisi III DPR RI bersama Jaksa Agung ST Burhanuddin di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (13/11/2024).
Rudianto juga menyatakan kekhawatirannya bahwa proses hukum terhadap Tom Lembong bersifat tendensius dan tampak menargetkan pihak tertentu. Ia menyoroti bahwa penegakan hukum seharusnya konsisten, tidak hanya bagus di awal tetapi juga pada prosesnya, agar dapat menunjukkan keadilan yang seimbang.
“Penanganan kasus kadang kali mempersempit lingkup aktor yang diduga terlibat, padahal semestinya diperluas. Ini harus menjadi refleksi bagi kita semua, agar penegakan hukum tetap adil dan berimbang,” tambahnya.
Dari Fraksi Demokrat, Hinca Pandjaitan juga menyoroti penetapan tersangka terhadap Tom Lembong. Menurut Hinca, penanganan kasus ini menimbulkan dugaan adanya motif balas dendam politik.
“Ada percakapan publik yang kami dengar bahwa penanganan kasus Tom Lembong ini sarat dugaan balas dendam politik,” ucap Hinca. Ia mendesak Jaksa Agung untuk memberikan penjelasan komprehensif mengenai alasan penetapan tersebut, agar persepsi publik dapat diluruskan.
Senada dengan itu, Muhammad Rahul dari Fraksi Gerindra menilai bahwa penetapan tersangka pada kasus Tom Lembong dilakukan terlalu cepat. Ia mengingatkan bahwa proses hukum yang terburu-buru dapat mempengaruhi pandangan publik, seolah-olah hukum dijadikan alat politik oleh pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
“Proses hukum harus dijelaskan secara rinci agar tidak membentuk opini negatif di masyarakat. Indonesia memerlukan persatuan yang kokoh dengan menegakkan hukum yang adil,” tegas Rahul.
Sebagai informasi, Tom Lembong ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penerbitan izin importasi gula kristal mentah saat menjabat sebagai Menteri Perdagangan pada periode 2015-2016. Kejaksaan menilai importasi tersebut tidak diperlukan karena Indonesia sudah mengalami surplus gula kristal sejak 2015. Selain Tom Lembong, penyidik juga menetapkan mantan Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia, Charles Sitorus, sebagai tersangka atas dugaan pemufakatan terkait pengaturan distribusi gula kristal dengan delapan perusahaan swasta.
Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo. Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi serta Pasal 55 ayat (1) KUHP.
Untuk membela diri, Tom Lembong telah mengajukan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan melalui kuasa hukumnya, Ari Yusuf Amir.