Jakarta – Aktivis lingkungan dari Ecoton, Indo Water CoP, dan Komunitas Nol Sampah menggelar demonstrasi di depan Balai Kota Surabaya, Kamis (13/7). Mereka menyerukan agar pemerintah segera mengambil tindakan dan mengeluarkan aturan,yang melarang pembuangan popok bayi ke sungai.
Aktivis lingkungan dari Ecoton, Indo Water CoP, dan Komunitas Nol Sampah, melakukan aksi di depan Balai Kota Surabaya, sambil membawa ribuan popok bayi hasil patroli sungai yang dilakukan selama 4 hari sebelumnya.
Direktur Eksekutif Ecoton, Prigi Arisandi mengatakan, hasil kajian dan patroli sungai yang dilakukan menunjukkan masih tingginya aktivitas masyarakat membuang sampah ke sungai. Dari keseluruhan jumlah sampah yang dibuang ke sungai atau Kali Surabaya, 42 persen adalah sampah plastik, dan 37 persen merupakan sampah dari popok bayi. Popok bayi yang banyak dibeli masyarakat, hampir seluruhnya dibuang ke sungai.
“Penduduk yang tinggal di sungai DAS (Daerah Aliran Sungai) Brantas ini sekitar lebih dari 50 persen. BPS (Badan Pusat Statistik) tahun 2013 jumlah bayi di Jawa Timur itu sekitar 1,5 juta, kalau separuhnya tinggal di Kali Brantas, maka ada 750.000 Bayi. Setiap hari minimal mereka menggunakan 4 popok, jadi ada sekitar 3 juta popok yang dilarutkan di Kali Surabaya, di Kali Brantas setiap hari. Maka Surabaya inilah yang paling mendapatkan dampak yang serius,” ujar Prigi Arisandi.
Sepanjang Sungai Surabaya menurut Ecoton terdapat sekitar 50 titik timbunan sampah, padahal 98 persen bahan baku air minum PDAM berasal dari Sungai Surabaya. Kondisi ini menjadi peringatan serius bagi masyarakat serta Pemerintah Kota Surabaya, karena air sungai sudah tercemar senyawa-senyawa berbahaya.
Koordinator Nasional Indonesia Water Community of Practice (Indo Water CoP), Riska Darmawanti mengatakan, popok bayi mengandung banyak partikel plastik yang berbahaya bagi kesehatan masyarakat. Sejumlah partikel bahkan diketahui dapat menyebabkan kanker.
“Popok sekali pakai itu kan dia punya banyak jenis bahan plastik ya, bahan plastik ini akan lama-lama menjadi mikro dan nano plastik. Ketika dia masuk ke dalam tubuh melalui makanan, kita memakan ikan, kerang, itu akan menyebabkan kanker, menyebabkan kemandulan, itu jangka panjang sehingga tidak bisa terlihat dalam jangka yang pendek, tidak seperti orang gatal kan langsung kelihatan, kalau kanker itu kan dia butuh waktu yang panjang untuk dia akhirnya muncul. Nah kalau bicara air PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum), diukur saja, diukur apakah senyawa plastiknya itu terdapat di air PDAM, dan apakah itu sudah melebihi ambang batas yang aman untuk konsumsi,” ujar Riska Darmawanti.
Pemakaian popok pada masa kini, sudah menjadi kebiasaan orang tua yang memiliki bayi. Hermawan Some dari Komunitas Nol Sampah mengatakan, pemakaian popok bayi yang akhirnya menjadi sampah, tentunya akan ikut menyumbang sampah yang akan memenuhi Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
“Kalau setiap bayi misalnya menghasilkan tiga popok, selama dua tahun dia bisa menghasilkan, membuang hampir sekitar 2.900 popok. Nah berarti kan TPA (Tempat Pembuangan Akhir) ini akan penuh sebenarnya. Padahal kalau kita cari TPA di kota-kota itu kan susah sekali, jadi upaya yang paling tepat memang harus sudah mulai mikir untuk mengurangi. Cara mengurangi ya dengan cara pakai popok yang bisa dipakai berulang kali, atau dengan pakai kain dan segalanya, atau mulai mikir gak usah dipakaikan popok saja kalau tidak terlalu penting,” ujar Hermawan Some.
Riska Darmawanti menambahkan, Pemerintah Kota Surabaya didorong untuk mengambil inisiatif penanganan sampah popok bayi yang dibuang ke Sungai Surabaya, melalui koordinasi lintas pemerintah daerah yang wilayahnya dilalui Sungai Surabaya. Langkah itu, menurutnya, penting, agar sungai tidak lagi menjadi tempat pembuangan sampah popok bayi.
“Kami mendorong ibu (walikota) Risma yang selama ini terkenal sebagai pelopor, perintis. Bu Risma harus berani mengambil tanggung jawab dan berkoordinasi dengan kabupaten atau kota lainnya. Surabaya ini, karena berada di hilir Kali Brantas,menampung semua popok dari 17 kabupaten atau kota lainnya. Bu Risma perlu berkoordinasi dengan instansi untuk mencegah saling tuding mengenai siapa yang seharusnya bertanggungjawab,” imbuh Riska Darmawanti.
Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan, Dinas Lingkungan Hidup Kota Surabaya, Prastowo mengatakan, Pemerintah Kota Surabaya akan mengupayakan koordinasi lintas daerah dan instansi, untuk menangani persoalan sampah popok bayi, termasuk menyiapkan regulasi yang mengatur dan melindungi sungai dari bahaya sampah plastik maupun popok bayi.
“Kewenangan sungai kan, itu lintas kabupaten, kemudian yang mengelola sungai ada sendiri. Paling tidak nanti kita komunikasikan ya. Mungkin nanti ada regulasi,” pungkas Prastowo.
sumber : VOA