Perbincangan saya di sore hari bersama ketua Harian Artha Graha Peduli Heka Hertanto (28/7/2017}), saya berkesempatan untuk ikut merasakan dan mengenang kembali peristiwa yang terjadi 13 Tahun yang lalu di Kawasan Taman Nasional Gunung Merapi.
Gunung Merapi adalah gunung berapi paling aktif yang berada di bagian tengah Pulau Jawa, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta ini salah satu gunung teraktif di Indonesia yang memiliki ketinggian 2.930 mdpl.
Tepat 22 April 2006 yang lalu Heka dan sekitar 15 orang dari Tim Artha Graha Peduli, berangkat menuju Gunung Merapi. Kedatangannya tim Artha Graha Peduli disambut baik dengan Kuncen atau Juri Kunci Gunung Merapi yaitu Mbah Maridjan langsung dirumah Mbah Maridjan tepat berada du Dusun Kinahrejo, Kabupaten Sleman.
Artha Graha Peduli pun ditugaskan untuk tinggal Selama kurun waktu 3 bulan dari mulai April hingga Juni. Tidak sedikit serba serbi ujian para sukarelawan teman – teman Artha Graha Peduli dalam perjalanannya, begitu juga dengan tantangan yang mesti di lewati. Selama itu juga Mbah Maridjan banyak memberikan wejangan dan berdiskusi dengan dan Tim Artha Graha Peduli, “ Sekarang ini hampir semua orang berfikir Gunung Merapi ini akan meletus”, kalau setiap hari semunya berbicara tentang ini, lama – lama akan menjadi kenyataan, kata – kata itu adalah doa. Apa kita tidak berfikir untuk berbicara, bagaimana menyikapi peristiwa yang sekarang sedang kita hadapi ini, mengantisipasinya pada saat erupsi ini akan terjadi, Kata Mbah Maridjan” .
Satu kalimat Mbah Maridjan yang sangat berkenang ” Gunung Merapi adalah Ciptaan Allah SWT apabila kamu cinta terhadap Allah SWT, kamu juga harus menyayangi ciptaannya, ungkap Mbah Maridjan”.
Pada saat terjadi gempa di Bantul 27 Mei 2006, teman – teman Artha Graha Peduli dan Security Group Artha memutuskan untuk membagi timnya menjadi 2, masing – masing memiliki tugas dan ditempatkan di wilayahnya. Tim pertama akan terus menetap di lokasi evakuasi Gunung Merapi sedangkan tim kedua berada di wilayah Bantul. Para relawan bertugas untuk mengisi hari – harinya dengan bersosialisasi dengan masyarakat sekitar yang berpotensi terkena erupsi Gunung Merapi.
Dalam sosialisasinya Artha Graha Peduli mendampingi masyarakat menghadapi erupsi Gunung Merapi. Bersama masyarakat berlatih agar siap dengan bencana gunung meletus dan bagaimana cara menyikapinya.
Para sukarelawan Artha Graha Peduli membuat Post Pantau di lokasi Gunung Merapi, namanya post 1, membuat jaringan system komunikasi radio HT sebagai salah satu cara alat komunikasi sekitar 213 titik Gunung Merapi dipasang. Tujuannya agar masyarakat lebih cepat mendapatkan informasi tentang kondisi Gunung Merapi setiap waktunya.
Pelatihan yang lainya, disaat beristirahat para sukarelawan mesti selalu siap dengan HT yang ditaruh persis di samping ketika sedang tertidur, tidak di perbolehkan untuk membuka sepatu, sehingga para warga masyarakat sedang dipersiapkan untuk tetap siap dan selalu waspada apabila sewaktu – waktu, kapan saja Gunung Merapi akan meletus.
Selain itu, kami juga telah menyiapkan tim rescue untuk menganter jemput anak – anak agar bisa tetap sekolah menggunakan truk yang disediakan. Kami ingin anak – anak disini tetap menjalankan aktifitasnya, sehingga mereka tidak merasakan ketakutan setiap saat, mereka tetap bisa belajar dalam pantauan tim rescue.
Heka juga mengungkapkan “ Kami merasa sudah menyatu dengan alam sekitar disini, setiap hari kami disini, tidur, makan, mandi berjalan – jalan bersama masyarakat disini untuk memantau keadaannya, jadi hati kami mengatakan, kami mesti tetap harus bertahan disini.”
Dengan bersendau gurau pak heka mengatakan “ Saya baru memiliki keberaniaan melaksanakan ibadah sholat di masjid setelah 10 kali saya memasuki masjid, saat itu Gunung Merapi sedang sedang mengeluarkan wedhus gembel dan Mbah Maridjan memberikan petunjuk untuk mengambil wudhu lalu melaksanakan sholat, toh saya berfikir saya bisa berpulang kapan saja, toh kabur juga bisa kena, sedang beribadah pun juga bisa. Jadi lebih baik mana?
14 Juni 2006 Gunung Merapi mengalami erupsi, di saat itu juga kami kehilangan saudara, sahabat kami, relawan kami. Almarhum Sudarwanto di dalam Banker.
Paska kejadian bencana Gunung Merapi ini, saya berharap “ masyarakat tidak hanya dijadikan sebuah objek atas sebuah bencana alam masyarakat mestinya diajak untuk menjadi mitra, berlatih bersama dan dipersiapakan untuk selalu siap menghadapinya.
Tepat 26 Oktober 2010 merupakan fase Erupsi Gunung Merapi, dan kita dihadapkan dengan duka yang mendalam atas kepulangan Mbah Maridjan ke sisi Allah SWT. ” Bagaimana kita bisa berdampingan dan merangkul masyarakat untuk menjadi pribadi yang siap dalam menghadapi sebuah bencana, kita membutuhkan waktu untuk berkawan dengan alam dan semestanya ” ungkap Heka.
Disini kita dapat melihat sungguh nyata kebesaran Allah dibalik tragedi sebuah bencana. Mungkin Allah SWT ingin kita ini lebih dekat terhadap umatnya, atau Tuhan ingin kita lebih menyadari. Ada yang tersimpan dari makna luka dan duka. Mari kita coba lihat tanah yang lebih subur di esok hari. (ISH)
.