Lindungi Gambut, KLHK Siapkan 500 Ribu Hektare Lahan

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah menyediakan lebih dari 500 ribu hektare untuk lahan pengganti atau land swap. Lahan pengganti ini sebagai upaya menjaga areal gambut fungsi lindung.

Sekretaris Jenderal KLHK Bambang Hendroyono mengatakan, lahan pengganti ini bisa dimanfaatkan para pengusaha yang mengelola usaha perkebunan di lahan gambut. “Kita sudah ada melebihi dari yang dibutuhkan oleh swqsta. Ternyata hanya 500 ribu yang dibutuhkan oleh mereka,” ujarnya, Jumat (5/5).

Ia mendorong pelaku usaha perkebunan untuk menanam di areal gambut mineral. “Mainkan itu jadi tanaman pokok semua,” kata dia. Ia menambahkan, land swap juga ada di areal yang belum ada pemegang izinnya.

Semua itu tertuang dalam regulasi yang kini tengah gencar disosialisasikan pemerintah kepada para penanggung jawab usaha perkebunan yang kelola arealnya berada di gambut.

Menurutnya, penting bagi para pelaku usaha memahami tentang pengelolaan sebuah kawasan ekosistem gambut yang di dalamnya ada perkebunan.

Hal tersebut telah tertuang dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. “Yang memang sudah kita ikat seluruh usaha ada izin lingkungan dan memang kita tidak ingin terjadi kerusakan lingkungan akibat adanya kegiatan usaha-usaha yg dilakukan di dalam seluruh kawasan,” katanya di auditorium Gedung Mangggala Wanabakti.

Bahkan, khusus untuk lahan gambut, KLHK mengeluarkan PP Nomor 71 tahun 2014. Peraturan tersebut keluar tak lama setelah Indonesia dihadapkan dengan kebakaran hutan dan lahan pada 2013. Kebakaran tersebut bahkan terjadi di beberapa konsesi usaha perkebunan di areal ganbut.

Ia melanjutkan, PP 71/2014 itu menjadi sebuah bukti keseriusan pemerintah untuk menjaga agar usaha di ekosistem gambut tidak terjadi kebakaran. Namun pada 2015, karhutla kembali terjadi.

Pemerintah mengeluarkan revisi PP 71 menjadi PP 57. Di peraturan terbaru itu jelas mencakup upaya-upaya pencegahan kebakaran, penanggulangan, pemulihan, rehabilitasi dan restorasi.

Restorasi menjadi kata yang sering didengar karena pentingnya air di areal gambut. Sebab banyak kanal-kanal di areal usaha yang tidak sesuai ketentuan dan mengakibatkan kendala air di lahan gambut.

Jika terjadi kekurangan air, kata dia, maka perlu dibuat embung guna menjaga tata airnya. Dengan begitu kelembaban di ekosistem gambut bisa tetap terjaga. “Nah itu lah pemerintah menyiapkan kesatuan hidrologis gambut. Fungsi lindung ini yang mau kita kelola,” ujarnya.

Berdasarkan BBSDLP 2011, lahan gambut di Indonesja mencapai 14,9 juta hektare dengan sebaran lahan 3,7 juta hektare di Papua, 4,8 juta hektare di Kalimantan, dan 6,4 juta hektare di Sumatra.

You May Also Like

More From Author