WartaBHINEKA.COM, Denpasar – Bendesa Adat Tanjung Benoa yang juga anggota DPRD Kabupaten Badung, I Made Wijaya, SE alias Yonda memenuhi panggilan penyidik Dit Reskrimsus Polda Bali sebagai tersangka dalam kasus dugaan reklamasi liar dan pembabatan mangrove di Pantai Barat Kelurahan Tanjung Benoa, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Selasa (11/7). Dia diperiksa selama 5 jam dan didampingi kuasa hukumnya Agus Nahak, SH.
Seusai diperiksa, Yonda mengatakan, dugaan reklamasi liar yang dialamatkan kepada dirinya adalah tidak benar.
“Tidak ada reklamasi liar di pesisir barat. Yang ada, adalah penataan pantai pesisir barat karena di pantai tersebut sangat kumuh. Dan ini adalah kemauan seluruh masyatakat yang ada sana (Tanjung Benoa – red), sehingga saya selaku Bendesa Adat melalukan penataan ini melalui program Panca Pesona. Apalagi, tidak menggunakan uang negara karena semuanya dilakukan secara swadaya,” tegasnya.
Mengenai status tersangka yang disandangnya, Agus Nahak mengatakan akan mengikuti semua prosedur hukum yang berlaku. Menurut Agus, orang yang menyandang status tersangka belum tentu bersalah karena masih akan dibuktikan dalam proses persidangan di pengadilan nanti.
“Kami kooperatif dan ikuti semua prosesnya. Kita akan buktikan semuanya di pengadilan nanti,” ujarnya.
Kabid Humas Polda Bali, Kombes Pol Hengky Widjaja, SIk didampingi Wadir Reskrimsus, AKBP Ruddi Setiawan, SH, SIk menjelaskan, penetapan Yonda sebagai tersangka setelah pihaknya memeriksa sejumlah saksi – saksi lima diantaranya adalah ahli BKSD, ahli peta, ahli pidana, ahli kehutanan provinsi Bali dan ahli kehutanan di Kementerian Lingkungan Hidup. Dari keterangan para saksi tersebut kemudian dilakukan gelar perkara dan ditemukan ada unsur pidana, yaitu melanggar Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konserfasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekositemnya.
“Itu alasan dia (Yonda – red) bahwa melakukan penataan di pesisir barat karena pantainya kumuh. Tetapi yang jelas tidak ada izin dari pihak manapun karena itu merupakan kawasan Tahura (Taman Hutan Raya). Kalau itu kawasan Tahura, berarti milik pemerintah atau negara sehingga tidak ada alasan apa pun untuk melakukan aktifitas,” ujar Hengky seraya mengatakan tidak menutup kemungkinan akan ada tersangka baru dalam kasus ini.
Hengky menegaskan bahwa pihak kepolisian mendukung penuh upaya penolakan reklamasi ilegal, sehingga dengan menindak tegas terhadap reklamasi liar.
“Perlu kami tegaskan juga, polisi mendukung tolak reklamasi ilegal. Sehingga polisi menindak tegas adanya reklamasi liar dan bukan hanya di Tanjung Benoa ini saja,” tegasnya.
Mengenai Yonda tidak ditahan, Hengky menjelaskan hasil pengamatan oleh para penyidik yang bersangkutan kooperatif dan beritikad baik.
” Ingat, seseorang akan ditahan, apalagi akan melarikan diri, menghilangkan barang bukti, merusak TKP dan mengulangi perbuatannya. Dan ini diamati oleh penyidik tidak ada sehingga yang bersangkutan tidak ditahan,” kata perwira dengan pangkat tiga melati di pundaknya ini.
Kasus ini berawal dari temuan pihak Forum Peduli Mangrove (FPM) Bali adanya reklamasi liar di pesisir barat pantai Tanjung Benoa. Lantaran kawasan tersebut merupakan lahan konservasi Taman Hutan Raya (Tahura) I Gusti Ngurah Rai, sehingga FPM Bali melaporkan kasus tersebut ke Mapolda Bali. Yonda sekalu Bendesa Adat Tanjung Benoa memberikan surat kuasa kepada beberapa orang warganya untuk melakukan reklamasi liar itu, termasuk penebangan pohon mangrove sebagai akses jalan kendaraan proyek menuju pantai.
Setelah dilakukan penyelidikan yang panjang memakan waktu selama 4 bulan, polisi akhirnya menetapkan Yonda sebagai tersangka. Bahkan, Yonda beberapa kali telah diperiksa sebagai saksi.