Jakarta, WartaBhineka – Indonesia memiliki wilayah yang dikepung belasan megathrust atau zona patahan dari ujung pulau Sumatera hingga Papua. Zona ini menyimpan energi besar yang memicu gempa dahsyat hingga magnitudo 9,2 pada masa mendatang jika tidak diketahui keberadaannya.
Sejak tahun 1995, pemerintah Indonesia sebenarnya sudah cukup peduli dengan kehadiran megathrust. Untuk itu segmentasinya terus diperbaharui melalui data GPS yang tersebar di Indonesia.
Namun karena bisa pecah secara berulang, megathrust mengalami perkembangan yang cukup masif pada tahun 2010 khususnya di pulau Jawa. Pada 2017, Pusat Studi Gempa Nasional (PuSGeN) meluncurkan Buku Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia. Hasilnya ada 16 megathrust yang mengelilingi Indonesia.
Kini, pada tahun 2024 untuk mengantisipasi hadirnya kiamat megathrust, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) bersama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melakukan ekspedisi untuk menginvestigasi zona megathrust Indonesia.
Mereka akan menumpang kapal ekspedisi OceanXplorer milik lembaga non-profit OceanX. Zona yang akan diteliti dimulai dari Subduksi Sunda, Subduksi Banda, Subduksi Sulawesi, Subduksi Lempeng Laut Filipina, Lempeng Laut Maluku, hingga Subduksi Utara Papua.
Namun memang seberapa bahaya jika megathrust bertabrakan? Begini penjelasannya dikutip dari arsip detikEdu dan CNN Indonesia, Senin (20/5/2024).
Megathrust adalah daerah pertemuan antar-lempeng tektonik Bumi yang berpotensi memicu gempa kuat dan tsunami dahsyat. Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono pada Januari 2022 lalu menjelaskan setiap kontak antar megathrust menghasilkan tegangan tektonik yang besar.
Jika terus berbenturan, tegangan bisa melampaui batas elastisitas batuan diikuti pancaran gelombang gempa. Gempa terjadi dari energi tegangan yang telah terakumulasi dalam jangka waktu lama dan akhirnya dilepaskan.
Gempa yang dahsyat akan memicu bencana lain yakni tsunami. Saking dahsyatnya, bila megathrust di selatan Jawa pecah berpotensi tsunami yang diprediksi bisa mencapai Jakarta.
Hal tersebut diungkap dalam kajian kolaborasi yang dilakukan sejumlah ahli kegempaan seperti Dwikorita, Tatok Yatimantoro, Daryono dari BMKG, Rahma Hanifa dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Sri Widiyantoro dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Nicholas Rawlinson dari Department of Earth Sciences-University of Cambridge, dan Abdul Muhari dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang kemudian terbit dalam jurnal Springer Natural Hazard pada Oktober 2022.
Dengan menggunakan data seismik milik BMKG dan International Seismological Center (ISC) periode April 2009 sampai Juli 2020 dipetakan hiposenter gempa. Selama proses studi, peneliti menggunakan model dua segmen megathrust di selatan Jawa Barat dan Selatan Sumatera serta satu backthrust (kebalikan megathrust).
Hasilnya, gempa megathrust terakhir terjadi di selatan Jawa pada tahun 1818. Gempa ini diketahui berpotensi menghadirkan tsunami hingga setinggi 34 meter.
“Kami menunjukkan bahwa ketinggian maksimum tsunami bisa mencapai 34 m di sepanjang pantai barat Sumatera paling selatan dan di sepanjang pantai selatan Jawa dekat Semenanjung Ujung Kulon,” menurut studi tersebut.
Meski dengan ancaman mengeringat, BMKG dan para ahli gempa dunia belum bisa menjawab kapan hal itu terjadi. Karena fenomena ini tak terjadi secara teratur dalam periode waktu tertentu.
Plt Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Abdul Muhari, memprediksikan fenomena megathrust terjadi setiap 400 tahun.
Terkait hal ini, masyarakat tidak perlu panik dan pemerintah perlu melakukan upaya mitigasi yang tepat seperti proses investigasi BMKG dan BRIN.
Adapun Megathrust yang ada di sepanjang Indonesia beserta potensi besaran gempa yang bisa timbul, yakni:
1. Megathrust Aceh-Andaman
Potensi Magnitude: 9,2
Pergeseran/tahun: 4 cm
2. Megathrust Nias-Simeulue
Potensi Magnitude: 8,9
Pergeseran/tahun: 4 cm
3. Megathrust Batu
Potensi Magnitude: 8,2
Pergeseran/tahun: 4 cm
4. Megathrust Mentawai-Siberut
Potensi Magnitude: 8,7
Pergeseran/tahun: 4 cm
5. Megathrust Mentawai-Pagai
Potensi Magnitude: 8,9
Pergeseran/tahun: 4 cm
6. Megathrust Enggano
Potensi Magnitude: 8,8
Pergeseran/tahun: 4 cm
7. Megathrust Selat Sunda-Banten
Potensi Magnitude: 8,8
Pergeseran/tahun: 4 cm
8. Megathrust Jawa Barat
Potensi Magnitude: 8,8
Pergeseran/tahun: 4 cm
9. Megathrust Jateng-Jatim
Potensi Magnitude: 8,9
Pergeseran/tahun: 4 cm
10. Megathrust Bali
Potensi Magnitude: 9,0
Pergeseran/tahun: 4 cm
11. Megathrust NTB
Potensi Magnitude: 8,9
Pergeseran/tahun: 4 cm
12. Megathrust NTT
Potensi Magnitude: 8,7
Pergeseran/tahun: 2 cm
13. Megathrust Laut Banda Selatan
Potensi Magnitude: 7,4
14. Megathrust Laut Banda Utara
Potensi Magnitude: 7,9
15. Megathrust Sulawesi Utara
Potensi Magnitude: 8,5
16. Megathrust Filipina
Potensi Magnitude: 8,2.
.
(Sumber: detik.com)