Jakarta, WartaBHINEKA- Rasa istimewa kopi di Nusantara telah diakui dunia, tetapi sejumlah persoalan masih menumpuk di sisi hulu dan hilir. Sehingga dibutuhkan kerja sama semua pihak agar komoditas kopi bisa lebih maju, tidak hanya di tingkat lokal tetapi jufa di pasar global.
Terangkum dalam diskusi bertema ” Mengembalikan Kejayaan Kopi Nusantara” (Dikutip dari Harian Kompas, Senin (6/11/2017) di Jakarta. Hadir dalam acara itu oleh sejarahwan dan penulis buku The Road of Java Coffee, Prawoto Indarto, Kepala Pusat Peneltian Kopi dan Kakao (Puslitkoka) Misnawi, Kepala Subdirektorat Tanaman Penyegar Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertania Hendratmojo Bagus; Pengurus dan Dewan Pembina Asosiasi Kopi Specialti Daroe Handoyo, Tuti Mochtar; Kasmito, pemilik 5758 Coffee Lab Adi Wicaksono; Komisaris PT Kapal Api Global Adi Haryono; dan Direktur Santos Jaya Abadi, Paulus Nugroho serta para pemerhati kopi lainnya.
Menurut Prawoto, Kopi Indonesua sudah sangat mendunia sejak abad ke -18 seiring diperkenalkannya budidaya kopi oleh Belanda, Bahkan, Indonesia diakui sebagai negara dengan varian kopi spesialti paling beragam. Sejak empat tahun terakhir, gelombang minat dunia akan kopi sangat besar. Menikmati kopi bagai menikmati cita rasa seni kopi.
Satu wilayah memiliki satu karakter satu karakter berbeda, ” Indonesia menjadi negeri terbanyak kopi spesialtinya, tapi menjadi tantangan, Jangan sampai para pelaku usaha kopi saling hantam sendiri, ” Ungkap Prabowo Indarto.
Mesti demikian, masih banyak persoalan menghambat kemajuan kopi di dalam dan luar negeri. Pertama para oemangku kepentingan masih berjlan sendiri – sendiri dalam melaksanakan program. Produktivitas masih rendah dan lemahnya konsistensi mempertahankan mutu produksi Bantuan terhadap petani dan pelau usaha kopi juga kerap tak sesuai sasaran.
“Misalnya, bantuan diberikan mesin roasting berkapasitas 10 ton, yang tidak mungkin dipakai petani,” kata Adi Wicaksono.
Adi Haryono mengatakan, perhatian pada perkebunan kopi harus menjadi perhatian pemerintah. Di banyak daerah, kendala seperti irigasi untuk menjamin ketersediaan air hingga jalan untuk pendukung transportasi kopi harus diperbaiki. JIka hal itu terjadi perhatian banyak pihak, kuantitas kopi Indonesia akan lebih baik.
Tidak hanya sektor infrastruktur, Adi menjelaskanm bakal pengetahuan petani juga harus di tingkatkan. Pelatihan budidaya kopi yang baik dan benar hingga pelatihan keuangan juga harus diberikan. Pengetahuan itu dibutuhkan agar petani bisa menyusun bisnis jangka panjang hingga kemudahan akses permodalan.
“Potensi kopi Indonesia masih sangat besar. Saat petani punya modal pengetahuan yang cukup, maka kopi Indonesia terus bisa bersaing dengan produsen lainnya di dunia,” ungkapnya.
Bagus menambahkan pihaknya mendapati 13 persoalan dalam sektir hulu hingga hilir kopi, di antaranya persoalan dalam sektor hulu hingga hilir kopi, di antaranya persoalan banyaknya tanaman tak produktif karena usia tua, minimnya kualitas sumber daya manusia, anomali iklim, terbatasnya dukungan inovasi dan sempitnya lahan.
Areal tanam kopi daat ini mencapai 1, 23 juta hektar, dengan jumlah produksi 639,412 ton. Produktivitas kopi dalam negeri juga masih rendah, hanya sekitar 707 kilogram per hektar. Jumlah itu jauh dibandingkan produktivitas Vietnam yang mencapai 2 ton per hektar, Di dunia, Indonesia menduduki peringkat keemppat sebagai produsen kopi.
Kini, pihakya membuat peta jalan pengembangan kopi nasional, yajni menargetkan Indonesia sebagai produsen terbesar pada 2045. Salah satu upaya adalah dengan perluas areal penanaman.
Puslitkoka, kata Misnawi, juga sudah mempunyai strategi khusus untuk mengatasi persoalan perubahan iklim. Puslitkoka memepunyai bibit unggul yang mampu bertahan di kondisi ekstrem, Mereka juga meberi pelatihan kepada para petani untuk mengelola lahan agar bisa memproduksi kopi berkualitas.