Mengapa Ibu Kota Harus Pindah ?

WartaBHINEKA.com – Jakarta, Dengan didampingi jajaran menteri terkait dan Gubernur DKI Anies Baswedan, Presiden Joko Widodo mengumumkan lokasi Ibu Kota baru, yakni sebagian Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara. Keduanya merupakan kabupaten di Kalimantan Timur pada hari Senin (26/8) kemarin.

Mantan Wali Kota Solo itu menyebut pemindahan ibu kota negara saat ini sudah mendesak. Pertimbangannya beban Jakarta sebagai pusat pemerintahan dan bisnis sekaligus sudah sangat berat. Pemerintah tak ingin membuat beban berat itu bertambah dan terus-menerus ditanggung Jakarta.

“Kenapa urgen sekali? Kita tidak bisa terus menerus membiarkan beban Jakarta dan beban Pulau Jawa yang semakin berat,” kata Jokowi di Istana Negara, Jakarta, Senin (26/8).

Atas dasar itu, Jokowi di periode keduanya ini memutuskan untuk memindahkan Ibu Kota dari Jakarta ke Kalimantan Timur.

Pengumuman keputusan itu sejatinya terbilang mengejutkan banyak pihak dan menimbulkan polemik. Sebab empat hari sebelumnya, dua menteri Jokowi, yakni Menteri PPN/Bappenas Bambang Brodjonegoro serta Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) Sofyan Djalil kompak menyebut bahwa pemerintah belum menentukan lokasi ibu kota pengganti Jakarta.

Jokowi saat itu pun menyebut masih ada dua kajian lagi yang belum masuk ke meja kerjanya sehingga belum bisa diumumkan.

Di samping itu, pemerintah selama ini juga tak pernah detail membeberkan ke publik hasil kajian mereka atas lokasi ibu kota baru. Padahal Jokowi mengatakan bahwa keputusan memilih Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara diambil setelah melakukan kajian selama tiga tahun terakhir.

Jokowi hanya bilang bahwa dipilihnya Kalimantan Timur sebagai lokasi Ibu Kota baru karena salah satu faktornya adalah keamanan, terutama bencana yang minim. Kalimantan Timur juga dianggap strategis karena ada di tengah-tengah Indonesia.

Jokowi juga menyebut ibu kota baru berada di sana karena mempunyai infrastruktur yang relatif lengkap, dan telah tersedia lahan yang dikuasai pemerintahan seluas 180 ribu hektare.

Namun kenyataannya, pemerintah tak pernah mendiskusikan hasil kajian itu bersama DPR. Padahal pemindahan ibu kota butuh dukungan disertai persetujuan DPR. Artinya pemerintah dan DPR harus bersepakat lebih dulu, bukan ‘sepihak’, seperti yang diakui Jokowi bahwa dirinya sudah berkirim surat ke Ketua DPR Bambang Soesatyo alias Bamsoet terkait rencana pemindahan ibu kota.

Payung Hukum

Selain pembahasan mendetail, pemindahan Ibu Kota ini juga tak semudah seperti pindahan rumah. Pindah Ibu Kota artinya harus diiringi landasan hukum. Pemerintah harus mengajukan rancangan peraturan ke DPR untuk dibahas sebelum disetujui.

Seperti diutarakan Anggota Komisi II DPR Mardani Ali Sera, bahwa pemerintah setidaknya harus mengajukan enam undang-undang. Jika tidak, maka pemerintah melanggar aturan.

“Hasil kajian kami secara yuridis ada enam undang-undang harus segera diajukan,” ujar Mardani di Hotel Bidakara, Jakarta, Senin (26/8).

Enam undang-undang yang harus diajukan oleh pemerintah untuk dibahas terdiri dari empat revisi undang-undang dan dua rancangan undang-undang. Salah satu undang-undang yang perlu direvisi agar ibu kota bisa dipindahkan adalah UU Nomor 29 Tahun 2009 tentang Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Sebagai Ibu Kota NKRI.

Sementara terkait rancangan undang-undang, ia mengatakan perlu ada UU yang mengatur daerah cadangan strategis menjadi Ibu Kota.

Dalam hal ini, keputusan Jokowi memindahkan ibu kota negara belum memenuhi aspek legalitas. Apalagi memang selama ini pemerintah tak pernah mengajak DPR berkoordinasi mencapai kata sepakat.

Negara yang Pernah Pindah Ibu Kota

Sejatinya Indonesia bisa dikatakan ‘telat’ merencanakan pindah Ibu Kota. Jauh sebelumnya sudah ada negara-negara, terutama di Asia yang pernah memindahkan Ibu Kotanya.

Sebut saja Malaysia yang mempertimbangkan padatnya Kuala Lumpur, sehingga memindahkan Ibu Kota ke Putra Jaya. Lalu ada Myanmar yang memindahkan Ibu Kota dari Yangon ke Naypidaw. Begitu juga Sri Lanka yang menjadikan Sri Jayawardenepura Kotte sebagai Ibu Kota baru mereka menggantikan Colombo. Kemudian Korea Selatan, Pakistan, dan Kazakhstan.

Di luar Asia, ada Amerika Serikat, India, Brasil, Finlandia, hingga Pantai Gading juga pernah memindahkan ibu kota mereka.

Oligarki Untung, Masyarakat Buntung

Keputusan Jokowi memindahkan ibu kota tak lepas dari kritik yang dilontarkan sejumlah aktivis lingkungan dari Jatam, WALHI, Jatam Kaltim, dan Kiara.

Mereka melihat mega proyek pemindahan Ibu Kota ini hanya menguntungkan kaum oligarki, yakni para pemilik konsensi lahan pertambangan batu bara, dan penguasa lahan berskala besar di Kalimantan Timur.

Merujuk data Jatam, terdapat 1.190 Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Kalimantan Timur dan 625 izin di Kabupaten Kutai Kartanegara. Sementara di Kecamatan Samboja terdapat 90 izin pertambangan dan 44 izin tambang di Bukit Soeharto.

“Pemindahan ibu kota ini akan sangat menguntungkan PT Singlurus Pratama sebagai perusahaan pertambangan yang konsesinya paling besar di sekitar Samboja,” kata Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Nasional Merah Johansyah melalui keterangan tertulis yang diterima CNNIndonesia.com.

Sementara pemindahan di Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, dinilai akan menguntungkan Hashim Djojohadikusumo, adik Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto karena sebagian besar lahan di lokasi tersebut dikuasai PT ITCI Hutani Manunggal IKU dan ITCI Kartika Utama (HPH).

Merah juga melihat pemindahan Ibu Kota harus melalui kajian komprehensif yang tak hanya berkutat pada kutak-katik anggaran. Lebih dari itu, kajian harus meliputi pertimbangan beban lingkungan dan budaya masyarakat setempat yang sangat berpotensi dirugikan jika terjadi eksodus jutaan orang masuk ke wilayah mereka.

Pertaruhan Jokowi

Langkah mengagetkan Jokowi dinilai menjadi pertaruhan bagi eks Gubernur DKI Jakarta itu. Pilihannya hanya dua, berhasil atau gagal.

Jika berhasil, Jokowi akan dikenang sebagai presiden yang sukses. Sebaliknya, andai rencana pemindahan Ibu Kota menemui jalan buntu, maka Jokowi akan berstatus sebagai pemimpin gagal.

“Tinggal diuji apakah pindah ibu kota ini sukses atau tidak. Tentu ini pertaruhan bagi Jokowi yang akan selalu dikenang. Kalau sukses, tentu sebagai legacy Jokowi pemimpin sukses atau sebaliknya,” tutur Direktur Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno.

Sementara itu Pengamat politik dari Universitas Andalas, Asrinaldi tak bisa melepaskan aspek politis di balik keputusan Jokowi ini. Bahwa Jokowi bakal mewarisi rencana pemindahan Ibu Kota ini dan presiden selanjutnya yang bakal kena ‘getah’.

“Walau bagaimanapun legacy itu akan muncul,” ujar Asrinaldi.

Meski begitu dia tak menafikan bahwa Jakarta sebagai Ibu Kota memang sudah tak memungkinkan lagi menanggung beban.

“Daya dukung Jakarta yang yang memang sudah tidak memungkinkan lagi,” ujarnya.

You May Also Like

More From Author