Bangkelang – Tambling Wildlife Nature Conservation (TWNC) berharap konflik masyarakat dan harimau di Desa Bangkelang, Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara (Sumut) pada Minggu, 4 Maret 2018, mendapat perhatian serius dari publik. Pembantaian harimau secara tragis tersebut layak dikutuk.
TWNC sangat prihatin karena harimau tersebut awalnya ditangkap hidup-hidup. Namun saat petugas akan mengamankan harimau, warga justru mengancam dan melarang petugas Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) bertindak. Bahkan hewan malang yang telah langka tersebut ditombak, bangkainya digantung, serta beberapa taring dan bagian kulitnya hilang.
Hal ini tak layak karena jauh dari nilai-nilai budaya bangsa Indonesia. “Seharusnya pembantaian tersebut tidak perlu terjadi jika warga setempat sudah mengerti pentingnya kawasan konservasi dan perlindungan satwa liar,” kata Koordinator Konservasi TWNC Lampung, Ardhi Bayu Firmansyah, berdasarkan keterangan pers yang diterima Medcom.id, Kamis, 8 Maret 2018.
TWNC berharap pihak berwajib turun tangan mengusut tuntas dalang di balik insiden ini. Selanjutnya, TWNC meminta tumbuhnya kewaspadaan terkait adanya potensi konflik susulan. Hal ini karena habitat hutan Taman Nasional Batang Gadis, Sumut, yang lokasinya berdekatan dengan terjadinya konflik telah rusak.
Konservasi dan perlindungan satwa liar harus terus dilakukan demi terciptanya keseimbangan alam. TWNC pernah mengevakuasi dua ekor harimau terluka pada 2011 dan 2014.
Seekor harimau yang dievakuasi pada tahun 2011 merupakan harimau yang telah dilepasliarkan pada 2010. Namun, karena ditemukan luka di bagian telapak kakinya, harimau tersebut ditangkap dan dibawa ke Pusat Rehabilitasi Satwa (Rescue Center) di TWNC untuk diobati.
“Tidak lama kemudian harimau tersebut melahirkan tiga ekor anak harimau hasil dari perkawinan alami dengan harimau jantan liar di TWNC,” kata Bayu.
Setelah itu, pada 2014, TWNC juga mengevakuasi seekor anak harimau betina yang terluka pada bagian perut. Bayu mengatakan, saat itu, berdasarkan saksi mata disebutkan awalnya diketahui terdapat dua ekor harimau induk bersama anaknya berkeliaran di jalan di dekat perkampungan warga.
Namun, selang beberapa saat, anak harimau tersebut ditinggalkan oleh induknya di dekat pos jaga TWNC. Setelah diketahui bahwa anak harimau tersebut terluka, kata Bayu, petugas medis TWNC lalu mengevakuasi anak harimau tersebut ke Rescue Center untuk direhabilitasi.
“Anehnya induk harimau tidak melawan dan hanya menonton dari semak-semak saat proses evakuasi berlangsung. Seolah berharap tim TWNC menyelamatkan anaknya. Setelah kondisi sehat dan berumur cukup, harimau tersebut dilepasliarkan kembali ke alam pada 2017 lalu,” kata Bayu.
Bayu menyatakan, dari dua kejadian tersebut, dapat kita simpulkan bahwa harimau yang oleh khalayak umum dikatakan ‘binatang buas’, sebenarnya adalah anggapan yang salah. Mereka sama-sama makhluk hidup yang mempunyai naluri dan mengetahui di mana mereka harus berlindung dan mencari pertolongan.
“Kami contohnya. Selama 20 tahun kami di TWNC, kami tidak pernah diganggu oleh binatang. Justru yang ada kami malah sering diganggu oleh ulah manusia,” kata Bayu.