JAKARTA, WartaBHINEKA – Polri tengah menyelidiki penyebab meledaknya sumur minyak di Desa Pasi Putih, Kecamatan Ranto Peureulak, Kabupaten Aceh Timur. Kepala Divisi Humas Polri Irjen Setyo Wasisto mengatakan, pihaknya akan meminta keterangan ahli dari Pertamina soal sumur minyak tersebut. “Ini tak ada kaitannya dengan Pertamina. Tapi tetap ingin mendatangkan ahli dari Pertamina. Mereka ahli perminyakan,” ujar Setyo di kompleks Mabes Polri, Jakarta, Rabu (25/4/2018).
Setyo mengatakan, sumur tersebut merupakan sumur tradisional yang sudah tua. Penduduk setempat mengambil minyak dengan cara menggali dan dikatrol dengan tali sebagaimana sumur pada umumnya. Hingga saat ini, Setyo belum mengetahui penyebab sumur itu menyemburkan api. “Banyak orang di situ ada yang merokok.
Namanya juga di kampung, pasti berebutan minyak jadi ramai gitu,” kata Setyo Sebanyak 10 warga dilaporkan tewas dalam kebakaran sumur minyak di Desa Pasi Putih, Kecamatan Ranto Peureulak, Kabupaten Aceh Timur, Rabu (25/4/2018) sekitar pukul 01.30. Korban tewas yang terindikasi bernama Nazarullah (30), Era bin M Sidik (32), dan Siti Hafsah (70), ketiganya warga Desa Bakti Pasi Puteh, Kecamatan Rantau Peureulak.
Kemudian, Afrizal (35), warga Desa Punti Payong, Kecamatan Rantau Peureulak; Mak Wen (55) dan Kak Nini bin Abdul Wahab (32), warga Desa Bhom Lama, Kecamatan Rantau Peureulak, Kabupaten Aceh Timur. Adapun empat jenazah lainnya belum diidentifikasi. Informasi dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Aceh Timur, peristiwa itu berawal saat sebuah sumur minyak di lahan Zainabah meledak.
Peristiwa ini diduga karena ada sekelompok pencari minyak mentah ingin mengambil minyak yang tidak tertampung. Diberitakan sebelumnya, PT Pertamina (Persero) menyebutkan, ledakan sumur minyak tersebut akibat pengeboran ilegal (illegal driling).
Vice President Communication and Relation PT Pertamina (Persero) Adiatma Sarjito mengatakan, Pertamina EP membantu penanganan kebakaran dan ledakan di lokasi illegal drilling tersebut. “Illegal drilling dilakukan di lapangan yang dikelola oleh badan usaha milik daerah (BUMD). Kegiatan illegal drilling yang tidak memenuhi standard operation procedure dalam kegiatan pengeboran minyak sangat berisiko tinggi,” kata Adiatma. (Dikutip dari Kompas.com, 25/4/2018)